“Niken apa kabar, masih bolak-balik Amsterdam?” kubaca pesan WA masuk dari Dani. Tidak sulit mengenalinya. Di kontak WA terbaruku hanya ada beberapa orang. Eka, Lita, Dani. Sebenarnya sepi mengubur masa lalu. Tapi ini harus kulakukan.

“Ngga Dani. Aku sudah di Leiden” Jawabku.

“Oh bagus! Udah dapet rumah?” tanyanya.

“Belum. Sementara stay di Golden Tulips” lanjutku.

“Whatttt? Busyet deh! Kamu mahasiswa apa pejabat? mahasiswa ko kuat ngendon di hotel berbintang” Dani mengirim emoticons berbagai karakter.

Aku tertawa “Kan untuk sementara” jawabku. Sejenak aku jadi ingat ibu dan bapa. Sesaat sebelum berangkat, aku cek saldo tabunganku dan terkaget-kaget melihat isinya. Selama ini meskipun aku sudah bekerja, aku masih dianggap mereka sebagai gadis kecilnya yang tidak berdaya. Mereka memanjakanku dan Sena dengan kemudahan fasilitas dan keuangan. Meskipun demikian hal itu tidak membuat kami hidup berfoya-foya. Aku dan Sena masih layaknya pemuda-pemudi pada umumnya. Rupanya meski aku menolak amplop itu, mereka mengirimnya ke rekeningku. Memastikan aku tidak kekurangan. Terbayang kan betapa baiknya mereka.

“Okelah. Kita bisa ketemu? Temanku menginformasikan ada apartement kosong yang baru saja ditinggal penghuninya. Harganya sih lumayan. Aku bisa anter kesana kalau kamu mau”. Lanjutnya.

“Maaauuu..!” Aku menjawab antusias.

Lalu kami tiba di sebuah apartment bergaya cozy di St. Piere. Sejak pertama melihat, aku langsung jatuh cinta.

“Terimakasih Dani, sudah banyak membantuku” Ungkapku tulus.

“Tak apa. Sementara disini kamu bisa naik trem atau bis. Sebaiknya juga membeli sepeda. Kamu akan sangat memerlukannya” lanjutnya.

“Ya betul. Bisa antar aku mencari sepeda?” tanyaku antusias yang disambut Dani dengan jentikan jari.

“Come on. Kita ke Central Station. Disana banyak dijual sepeda second good conditions. Kamu tidak perlu beli baru. Paling banter kamu 2 atau 3 tahun disini” Lanjut Dani yang kujawab dengan anggukan kepala meski dalam hati aku berujar ‘siapa bilang?’.

Sepeda adalah moda transportasi penting di Belanda. Bila kesini kamu akan melihat bahwa jalanan yang diperuntukan bagi sepeda lebarnya hampir sama dengan yang diperuntukan untuk kendaraan bermotor. Jangan bingung juga bila melihat jalanan yang lengang dengan mobil dan motor yang hanya lewat sesekali. Sejauh yang kulihat, moda transportasi umum dan sepeda lebih banyak disukai.

  Cerita #4 - Perasaan Yang Salah Eps. 03

“Sena aku juga mau naik sepeda ke kantor” Aku berkata membujuk pada Sena yang sedang menyiapkan helm dan beberapa perlengkapan di suatu pagi. Sena menjawabnya dengan cibiran bibir super memble paling menyebalkan. Dia memang terbiasa bersepeda menuju kantornya. Dan aku tertarik ikut agar aku selalu bisa bersama-sama dia.

“Yakin ga takut mascaramu hilang?” ejeknya yang kusambut dengan muka berlipat delapan.

“Oke besok kita coba!” Ujarnya melemah sambil menyentuh pipiku. wajah cemberutku adalah senjata ampuh untuk membuat Sena luluh.

Akhirnya keesokan harinya aku benar-benar pake sepeda yang membuatku sukses nongkrong di UGD di hari perdana bersepeda ria saat berangkat kerja. Bapa memarahi Sena habis-habisan. Dan akhirnya kami menjadi penghuni ruangan 4×6 karena asthma-ku kambuh dan harus bermalam beberapa hari di rumah sakit. Sena menjagaku sendirian penuh seluruh di beberapa hari itu.

“Mulai besok aku akan pakai mobil biar kita bisa bersama-sama berangkat kerja” Ujarnya sambil menggenggam tanganku dan mengecupnya.

Ruangan rumah sakit tiba-tiba berubah warna menjadi merah muda.

“Kamu mau capek nyetir agar bisa mengantarku?” tanyaku “Atau kita disupiri Bang Burhan?” Aku menyebut nama supir pribadi rumah kami.

“Aku menyetir sendiri. Jangan pernah ada bang Burhan diantara kita” Sena berbisik sambil tersenyum di depan wajahku lalu mencium bibirku lembut.

“Tidurlah nona, aku akan menjagamu” ujarnya mengecup keningku. Aku terhanyut perhatian Sena, lelakiku paling manis di dunia.

“Melamun?” tanya Dani sambil mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajahku.

“Ups sorry. Aku cuma ingat sepedaku di rumah” sanggahku.

“Baiklah adek kecil, apakah kamu lapar? Aku akan mentraktirnu masakan Padang” Kata Dani dengan wajah lucu.

“Apa? Masakan Padang” Aku berteriak kecil.

“Iya. ayo kita ke Selera Anda. Kamu pasti suka” lanjut Dani sambil menarik tanganku.

Lalu untuk pertama setelah satu bulan lamanya aku makan dengan sangat banyak.

“Berapa beratmu sekarang? Aku yakin sebelum kesini kamu tidak sekurus ini” Dani bertanya sambil menyendokan nasi dengan rendang sapi ke mulutnya.

  Cerita #5 - Perasaan Yang Salah Eps. 04

Aku tersenyum kecut. Masalah pribadi dan adaftasi dengan makanan Belanda membuat bobotku berkurang 5 kilo. Sekilas aku mirip pasien anoreksia baru insyaf.

“Mam.. bocah ini kasih vitamin apa! Jamu beras kencur atau temulawak. Badan kurus kaya ga diurus!” Sena ngomel sambil menyendokan bersendok-sendok nasi ke piringku.

“Sena please aku lagi diet. Nasi terlalu banyak mengandung gluten” Protesku.

“Sena jangan mengganggu adikmu!” Ibu berkata lembut sambil berjalan ke dapur.

“Aku cuma tidak ingin kamu sakit sayang. Aku ga kuat lihat kamu dililit selang oksigen dan infusan” Sena berbisik sangat pelan ditelingaku sambil diam-diam melirik ibu yang berlalu ke arah dapur. Dia mencium pipiku lembut lalu demi cinta aku nurut. Sena mengacak-ngacak rambutku pelan. “Anak manis” lanjutnya sambil tersenyum.

Dani memandangku tertawa.
“Tampaknya kamu memang suka melamun ya Nik” Ujarnya sambil berdecak.

“Ups sorry. Aku sedang home sick. ingat masakan ibu di rumah” Aku berkelit sambil tersipu.

Selanjutnya hidupku berjalan dengan ritme monoton. Rumah, kampus, rumah, kampus, begitu terus hingga berbulan-bulan. Tapi meski demikian, jangan pernah berfikir aku mulai bisa melupakan semuanya. Bayangan tentang Sena masih ibarat piringan hitam yang setia berputar-putar di atas kepala.

“Aku tau kamu pasti ada di sini” Suara Dani mengagetkan lamunanku. Dia sepertinya mulai hafal kebiasaanku duduk berjam-jam di rerumputan sekitar Mollen De Valk dengan sungainya yang jernih.

“Duduklah!” Sambutku

“Nik, kenapa kamu suka sekali duduk di sini” Dani bertanya sambil tersenyum menatapku. Sepanjang disini, Dani adalah orang yang paling banyak berinteraksi denganku. Lelaki tampan berkulit putih dengan perawakan sedang. Aku membandingkannya dengan Sena. Dia berbadan lebih tinggi, berkulit sawo matang dengan mata setajam elang dan dada bidang yang membuatku betah bersandar hingga ketiduran.

“Sungai membuat hatiku tenang Dan” Jawabku pelan.

“Hati kamu sedang gelisah?” Dani bertanya menyelidik. Dan aku diam tidak menjawab.

“Btw gimana tugasnya, sudah selesai?” tanyaku mengalihkan pembicaraan. Dani sedang berkuliah di semester akhir mengambil program doctoral di Universitas Leiden. Sama sepertiku, dia juga penerima beasiswa dari pemerintah.

“Belum. Santai lah. Aku juga ga berniat cepat-cepat kelar kuliah” jawabnya cuek.

“Ga kangen rumah? Orangtua?” tanyaku menyelidik.

“Orangtuaku sudah meninggal. Aku cuma punya kakak yang bekerja di tambang batubara di Kalimantan. Indonesia belum buat aku bahagia”Dani menatap kosong. Dia menyimpan luka.

  Cerita #10 - Perasaan Yang Salah Eps. 09

“Indonesia membuat kita bahagia, tapi beberapa cerita di dalamnya tidak”. Aku mengoreksi jawaban Dani. Dia mengangguk-angguk setuju.

“Besok mau kemana?” tanya Dani.

“Main di Hortus Botanicus” ujarku terkikik.

“Ikut ya..” pintanya

Aku tertawa ngakak. “Sejak kapan anak
hukum mau mainan di kebon?”

“Sejak ada kamu” jawabnya sambil menatap sekawanan angsa yang berenang di sungai.

Aku terdiam.

“Lagian aku kangen” lanjutnya.

Dan aku menatapnya sekilas.

“Kangen pohon pisang” Sambungnya sambil tertawa ngakak. Aku ikut terpingkal.
Hortus Botanicus adalah tempat pengembangbiakan tanaman dari berbagai negara agar bisa tumbuh di iklim Belanda. Disana ada pohon pisang dalam sebuah rumah kaca. Pohon pisang memang tidak bisa tumbuh di sini. Di Hortus Botanicus pun cuma ada satu pohon yang untuk menunggu berbuah perlu bertahun-tahun lamanya. Dan itupun hanya bisa berbuah setelah pohon itu tinggi menjulang hingga 7 sampai 8 meter.

“Ikutlah, pohon pisang juga sepertinya kangen sentuhanmu” selorohku. Dia tertawa.

“Nik..” Dani menatapku dalam.

“Ya…”

“Kamu cantik. Mau makan es krim?” Aku mengangguk antusias.

“Anak manis. Ayo pergi!” Lanjutnya sambil menarik tanganku dan mengacak-acak rambutku lembut.
Lalu tiba-tiba entah kenapa wajah Dani berubah menjadi wajah Sena.

Bersambung..

Sebelumnya Episode 5Selanjutnya Episode 7

Diambil Dari Group Facebook Dengan Penulis : Yayuk Hartini

Similar Posts

2 Comments

  1. […] Sebelumnya Episode 6 – Selanjutnya Episode 8 […]

  2. […] .u52b768a9cf1189ae9ffd58162f138eff , .u52b768a9cf1189ae9ffd58162f138eff .postImageUrl , .u52b768a9c… […]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *