“Boleh satu lagi yang rasa vanilla ngga?” pintaku pada Dani.

Dia menatapku bengong. “Nik ini udah cup es krim yang ketiga loh! Kalo mencret gimana? makan spaghetti aja yuk..” Dani mengajakku berdiri.

“Kamu udah coba applesap, ini minuman enak banget” Dani menawarkan sebuah minuman sambil menjentikan jarinya di depan bibirnya. Persis seperti chef Juna mendemonstrasikan resepnya.

“Iya aku suka. Aku mau applesap dan chocomelt. Jus apple sama susu coklat. Sedotannya satu aja” Dani tertawa ngakak melihat tingkah anehku. Sementara aku sejenak kembali ke masa dimana jus apel dan susu coklat adalah paduan sempurna dalam cerita aku dan Sena.

“Aku mau jus apel!”

“Sesekali minumlah susu coklat!”

“Jus apel!”

“Susu coklat”

“Ngga. Jus apel aja”

“Ok jus apel dan susu coklat buat dia ya mbak. Saya kopi hitam” pinta Sena pada pramusaji. Sedotannya satu aja. Biar dia bisa meminumnya bergantian. Lanjut Sena cuek.

Sejak saat itu kedua minuman tersebut selalu hadir di meja. Lengkap dengan sedotannya yang hanya satu saja. Alasan Sena adalah biar aku tidak diskriminatif dan bisa mengecap keduanya bergantian. Dan kecanduanku terhadap jus apel bisa hilang lalu aku menjadi sedikit gendutan.

Sepanjang aku makan Dani memperhatikanku sambil senyum-senyum. “Aku suka lihat selera makanmu akhir-akhir ini” katanya. “Dulu, makan untukmu seperti sebuah ritual penuh keterpaksaan. Nik, kenapa dulu kamu sering murung?” tanya Dani sambil memiringkan kepala memandangku.

Aku diam mematung. Dia sadar aku tidak suka lalu segera mengalihkan pembicaraan. “Sudah pernah ke Ghitorn, besok kita kesana yuk!”

Aku masih mematung ada luka yang kembali lewat dalam memori yang setengah mati kuhapus. Dani menatapku lembut sambil geleng-geleng kepala. “Dasar anak kecil” bisiknya di depan wajahku.

  Cerita #1 - Sakitnya Dikhianati ?

Pertama tiba di Belanda kupikir aku akan terbunuh waktu karena pergi dengan rasa frustasi ke negeri yang bahkan kubayangkan untuk kujejakpun tidak pernah. Tapi rutinitas, tugas kuliah, pemandangan yang indah, teman-teman yang baik juga tentunya Dani membawaku untuk menikmati setiap detik dan menit yang kulewati.

Jangan tanya jenis rindu apa yang betah sembunyi dalam sanubari untuk Sena yang kubenamkan dalam-dalam agar aku lupa . Tapi aku selalu berusaha menguburnya meski dia tak mau berhenti. Selalu datang, lagi dan lagi..

“6 bulan pertama aku masih sering lihat Sena hilir mudik di sekitar kantor kita. Kayanya dia ga percaya kamu sudah tidak ada disini” Lita bercerita lewat pesan WA yang dia kirim.

“Tak perlu lagi beritahu apapun tentang Sena padaku Lit” jawabku singkat. yang dibalas dengan emoticon sedih oleh Lita.

Sejak saat itu, segala sesuatu tentang Sena perlahan tertutup. Aku sigap melanjutkan hidup.

“Ini dingin” Dani membetulkan letak syal di leherku. Dia tau betul kadang asthma menyerangku tanpa tau waktu. “Cuaca sedang kurang nyaman. Weekend besok kamu dalam rumah saja” pinta Dani.

“Kamu mau kemana” tanyaku

“Belgia. Aku dan teman-temanku mau ujicoba sampling penelitian disana”.

Aku menggangguk.

“Kamu mau ikut? Kesana cuma 3 jam naik bis”.

“Ngga ah, mau tiduran aja dirumah” jawabku.

“Baiklah” jawabnya sambil mengangkat bahu.

“Dani mengantarku hingga depan apartement. Memastikan aku sudah masuk ke dalam lalu pulang ke kediamannya. Sepanjang yang kutau dia adalah lelaki yang baik dan sopan. Teman-teman melihat kami sebagai pasangan kekasih sempurna, sementara aku dan Dani tidak pernah membuat komitmen apa-apa. Dani memperlakukanku layaknya kakak terhadap adiknya. memastikanku baik-baik saja, menemaniku kemana-mana, mengajakku bercanda, memujiku, menjagaku, membuatku tersipu..

Tapi diluar segalanya, aku melihat ada satu hal dari Dani yang tak dapat kusentuh.

  Cerita #11 - Perasaan Yang Salah Eps. 10

“Syukurlah Dan kamu menemukan wanita kebingungan ini di stasiun kereta. Kalau tidak, entah sampai kapan predikat jomblo super premium grade 1 melekat ditubuhmu” Rio berkelekar sambil meninju bahu Dani pelan.

Kami tertawa bersama.

Aku dan Dani tidak pernah protes akan kelekar teman-teman meskipun kami sadar tidak pernah berkomitmen apa-apa. Biarlah mengalir bagai air, terus mengalir hingga entah bermuara kemana.

******

“Dani pesankan aku tiket, aku mau pulang ke Indonesia” Aku menelpon Dani sambil menangis di suatu malam buta.

Dani tidak menjawab ucapanku, menutup telepon dan 15 menit kemudian dia sudah berdiri di depan pintu apartemenku.

“Ada apa?” Lelaki usia 31 tahun ini bertanya pelan sambil menghapus air mata yang jatuh bergantian di pipiku.

“Aku selalu memimpikan Ayah ibu beberapa hari ini. Aku ingin nyekar ke kuburan mereka” Aku bicara sambil terisak.

“Kamu nangis kaya gadis kecil minta berbie. Harus sekarang, harus saat ini. Ini masih jam 2 malam,. Aku akan mencarikanmu tiket. Besok pagi aku akan mengantarmu ke bandara. Sekarang kamu tidur dulu ya!” pinta Dani sambil menyingkirkan poni yang sebagian menutup mataku.

Aku menghambur dalam pelukannya. Ada hangat yang mendera. Aku tak tau ini perasaan apa.

Bersambung..

Sebelumnya Episode 6Selanjutnya Episode 8

Dari Group Facebook, Penulis : Yayuk Hartini

Similar Posts

4 Comments

  1. […] Sebelumnya Episode 7 – Selanjutnya Episode 9 […]

  2. […] Sebelumnya Episode 8 – Selanjutnya Episode 10 […]

  3. […] Sebelumnya Episode 9 – Selanjutnya Episode 11 […]

  4. […] Sebelumnya Episode 5 – Selanjutnya Episode 7 […]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *