Sena mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Dia tau Niken ada dimana bila dia meninggalkan minuman pesanannya tanpa diminum sedikitpun. Suasana itu biasanya terjadi bila Niken benar-benar dalam keadaan kalut dan sedih. Sesekali Sena menggerutu dan memukul setir mobil saat jalanan Jakarta benar-benar membuatnya stuck. “Apa perlu aku tinggal mobil ini di sini hah!” rutuknya saat polisi tak mampu mengurai kemacetan lalu lintas. Arah tujuan Sena yang berada di pinggiran Jakarta membuat jarak tempuh yang sebenarnya tidak terlalu panjang terasa akan membuat Sena gila.

Sena Ingat dia pernah merasakan moment seperti ini saat Niken tiba-tiba lari meninggalkan minumannya di kafe karena menangis sedih saat dia tidak lulus menjadi anggota paskibra nasional waktu dia SMA. Air mata Niken seperti air terjun. Mudah sekali turun. Hal ini mungkin dilatar belakangi masa kecil dia yang berat karena harus kehilangan kedua orangtuanya. Sejak mereka ditakdirkan hidup bersama sebagai saudara, Sena memposisikan diri sebagai kakak super protective bagi Niken. Dia akan memastikan Niken tidak bersedih dan selalu bahagia. Hal inilah yang perlahan menumbuhkan benih cinta diantara keduanya.

“Tuhan jangan biarkan aku kehilangan dia lagi” ujarnya dengan suara bergetar.

Sena sudah sampai di tujuan.

Kuburan orang tua Niken.

Dia melangkahkan kakinya yang panjang dengan tergesa. Dadanya bergemuruh.

“Niken semoga kamu disitu sayang” bisiknya.

Dan ketika dia sampai kakinya tiba-tiba melemah demi melihat pemandangan taburan bunga dan seikat mawar putih yang masih segar di atas pusara.
“Dia sudah pulang” rutuknya dengan lutut yang lunglai dan perlahan membawanya jatuh terduduk di samping pusara kedua orangtua Niken.

“Mas Sena.. Ko sendirian ga sama adeknya. Adeknya baruuuu aja pulang. Sekitar setengah jam yang lalu” Penjaga makam menepuk bahu Sena.

“Apa dia menitip pesan?” tanya Sena.

“Tadi sih ga bicara apa-apa cuma berpesan untuk menjagakan makam ayah dan ibunya karena katanya mungkin dia akan sangat lama sekali baru kembali kesini. Udah 3 hari ini bolak-balik makam ini terus mas. Bisa berjam-jam kalau sedang berdoa” ujarnya.

Sena terkejut. 3 hari setelah setahun lamanya pergi. Berarti dia tidak tinggal di kota ini. “Sebenarnya kemana kamu Ken” Sena berbisik lirih.

  Cerita #9 - Perasaan Yang Salah Eps. 08

Sena memarkirkan mobil di sebuah apartemen. Dia berharap banyak bisa menemukan Niken di tempat ini.

” 2 hari lalu dia memang kesini” Lita membuka pembicaraan. “Aduh Sena dia cantik sekali. Aku sampai pangling. Aku benar-benar ga percaya dia tiba-tiba ada di depan pintu”

“Kamu ga tanya kapan dia datang, kapan dia pulang” Cecar Sena.

“Aduh Sen, jangankan menjawab pertanyaan itu, aku bahkan tidak diberitahu dimana dia menginap selama disini. Dia bilang dia ingin membuktikan pada kedua orangtua kalian bahwa dia benar-benar akan meninggalkanmu demi baktinya pada papa dan mama” jawab Lita.

Sena menutup wajahnya dengan kedua tangan. Dadanya sesak bila ingat bagaimana terlukanya Niken karena kejadian itu.

“Sekarang pergilah ke rumah paklek dan bulek Niken. Semoga kamu beruntung menemukannya disana” Lita menepuk bahu Sena berusaha memberikan kekuatan.

“Tadi pagi dia kesini. Dia makan gudeg buatan bulek dengan lahap. Katanya sudah setahun tidak menemukan ini. Aduh leee.. ayuneee anak gadiku” Bulek bercerita dengan mata berbinar.

“Dia tidak bercerita apa-apa?” tanya Sena.

“Tidak. Bulek nyuruh dia untuk bertandang ke rumah orangtua kalian. Tapi kata Niken nanti dia akan datang kalau sampean menikah”

Tiba-tiba tenggorokan Sena terasa tercekat.

“Tinggalah disini sebentar. Semoga dia kembali” datang” Paklek menepuk bahu Sena.

  Cerita #4 - Perasaan Yang Salah Eps. 03

Malam mulai larut. Sena yakin Niken tidak akan datang. Dia pamit pulang dengan lemas, menyetir tanpa semangat dan tujuan. Sepanjang jalan dia mengutuk ketidakberuntungannya untuk menemukan Niken padahal saat ini dia sedang berada dalam jarak yang sangat dekat dengannya.

Sena tergesa membanting setir. Kembali ke kafe dimana dia hampir saja menemukan Niken.

“Kalau bapa bukan pelanggan setia kami, kami tidak mungkin bersedia melakukan ini” Manager kafe berkata pada Sena sambil menyalakan komputer untuk menyambungkan tayangan cctv.

“Apa saya bisa ditinggal sendiri sebentar?” Pinta Sena yang dijawab dengan acungan dua jempol.

Sena mulai membuka tayangan satu persatu hingga sampai pada sebuah gambar kemunculan sosok wanita bertubuh semampai berkulit putih.

“Niken..” Sena berbisik setengah tidak percaya.

Niken masuk ke dalam kafe. Dia menyibakan rambut bagian depannya yang menutupi sebagian wajahnya. Rambut panjang hitam yang hingga saat ini aromanya masih sangat dihapal oleh Sena. Tubuh semampai berbalut T Shirt putih pendek dengan rok dibawah lutut berbahan jeans, dan sepatu boot hitam yang elegant. Cantik sekali. Sena nyaris tidak mengenalinya jika saja dia tidak memperhatikan lekat-lekat wajah wanita yang dicintainya. Wajah yang sama persis dengan yang terakhir Sena lihat saat wanita itu menarik kopernya untuk keluar dari rumah. Kaku, sedih dan terluka.

Niken memilih duduk di kursi samping jendela. Kursi yang sama yang disukainya jika mereka berdua datang ke kafe ini. Kemudian Niken tampak memesan minuman yang tidak lama kemudian tersaji di atas meja.

Lalu pemandangan mengiris hati muncul di hadapan Sena.

Niken tampak menatap minuman itu lama. lama sekali. Dia menatap tanpa ekspresi, bahkan dia tidak menyentuhnya gelasnya sama sekali. Dia memandang lekat-lekat dua gelas minuman dihadapannya. Lalu butiran bening mulai berjatuhan.

Niken terlihat sibuk menyeka beberapa bulir air mata di pipinya dengan jemarinya yang kurus
Sekian menit dia hanya duduk mematung sambil menangis kemudian berdiri dan berlalu pulang.

“Niken kamu sudah berjanji tak akan menangis lagi” Sena berbisik lirih. “Kupikir kamu sudah kuat. Tapi bahkan gelas minuman saja masih membuat kamu menangis” Sena berkata dalam hati dengan dada sesak dan mata yang memanas

  Cerita #11 - Perasaan Yang Salah Eps. 10

“Seperti itukah yang kamu bilang baik-baik saja!”

Dia memukul meja sambil berteriak. Ribuan sesal dan luka nyaris menenggelamnya dalam lautan air mata jika saja dia lupa bahwa dia adalah seorang lelaki.

Sementara di belahan dunia lainnya…

“Dani aku sudah di Doha. 7 jam lagi aku sampai Belanda. Jangan lupa jemput di bandara ya!”

“Oh iya tidak perlu bertanya kenapa aku sudah kembali di hari ketiga. Aku tak akan menjawabnya” Niken mengirim pesan whatsapp pada Dani sambil sesekali menutup wajahnya dengan saputangan. Menyeka air mata, menghilangkan luka. Meski itu tak mungkin.

Bersambung..

Sebelumnya Episode 8Selanjutnya Episode 10

Dari Group Facebook, Penulis : Yayuk Hartini

Similar Posts

1 Comment

  1. […] Sebelumnya Episode 7 – Selanjutnya Episode 9 […]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *