Niken berkali-kali menyeka air mata yang jatuh tak tertahankan. “Mbak, kita mau kemana?” tanya supir taksi takut-takut. “Jalan aja dulu Pak. Maaf saya menangis. Saya sedang ada masalah. Tidak apa-apa kan?” jawabku. “Menangis saja mbak, keluarkan bebannya, tidak perlu bercerita apa-apa pada saya. Taksi saya sudah sering dinaikin orang yang terluka dalam seperti mbak. Mungkin ke depan saya harus menyiapkan 4 kotak tissue dan 2 batang coklat untuk mendukung kegalauan penumpang saya hahaha..” Pak supir berseloroh, aku jadi terpaksa ikut tersenyum.

Akhirnya kuputuskan untuk menginap di sebuah hotel. Aku segera menghubungi orang kantor dan mengabari bahwa 2 hari ke depan aku tidak bisa masuk karena sakit. Mereka menyetujui dan bertanya apakah aku perlu bantuan. Aku menolak, kukatakan aku baik-baik saja.

Aku masuk ke kamar hotel dengan lunglai. Rasanya hidupku menjadi sia-sia. Kehilangan kekasih, kehilangan orang tua, kehilangan harapan. Kupandangi foto kedua orangtua kandungku “Ayah, ibu.. ajak aku” dan air mata kembali mengalir deras. Entah sampai kapan.

Hari ketiga aku masuk ke kantor tanpa semangat, aku bekerja di sebuah kementerian yang membidangi masalah tumbuhan, hortikultura, pengembangbiakan, dan penelitian terkait di dalamnya. Teman-teman menanyaiku cemas. “Kamu sakit apaan sih, mau dijenguk ga mau” Lita memegang pipiku cemas. “Cuma maag Lita. Jangan khawatir”. “Baiklah, di atas meja ada tugas dari pak Brian. Ada beberapa spesies anggrek yang harus diteliti” lanjut Lita. Aku membalasnya dengan senyuman. Berhadapan dengan anggrek selalu membuatku riang. “Ken, anggrek hitam Kalimantan nih, kamu pasti suka” suatu hari Sena berlari-lari dengan semangat sambil memperlihatkan bawaannya. Oh Tuhan, kapan aku bisa melupakannya.

  Cerita #4 - Perasaan Yang Salah Eps. 03

“Ken sayang, sudah hampir seminggu. Dan kamu tidak ada di rumah bulek Dian. Kamu kemana? Jangan bikin aku cemas” Aku membaca pesan WA dari Sena. Tuhan, kenapa dia masih menghubungiku, bukankah dia sudah memutuskan. “Balas Ken!” dan aku tidak bergeming. “Ken aku bisa gila. Pulanglah ke rumah bulek. Aku akan bicara, aku akan memperjuangkanmu. Please Ken..” Lalu aku menangis kencang, kublokir nomer WAnya, dan kuhempaskan handphoneku hingga tercerai berai

Keesokan harinya, aku melihat Sena berdiri di depan kantorku. Sebelum dia melihatku, segera kuambil telpon “Pak Brian, saya langsung ke Bogor ya. Sampai jumpa disana” hari ini memang jadwal ke hutan raya Bogor untuk mengambil beberapa sampel tanaman. Sekilas kutatap Sena yang berdiri mematung menungguku. Dadaku sesak karena rindu. Maafkan aku Sen, aku tak akan sanggup jika bertemu.

“Kamu lulus?” Pak Brian manatapku tak percaya setelah aku menyerahkan sebuah surat pemberitahuan nama-nama penerima beasiswa S2 LPDP. “Di negara mana?” Pak Brian melanjutkan pertanyaannya. “Belanda pak”. “Wow pergilah! Mumpung kamu masih jomblo gitu” kelekar pak Brian”. Aku tersenyum kecut.

“Niken, kakakmu beberapa kali nyari kesini loh. Emang kamu ga pulang ke rumah?” tanya Lita. “Ngga Lita, kalau dia kesini lagi tolong jangan sampai bertemu dengan aku ” Jawabku. Sejurus kemudian Lita menarikku ke ruangannya. Dan aku tak sanggup untuk menyembunyikan apapun darinya. “Pergilah ke Belanda Ken” ujar Lita sambil menyeka air mata. tangisnya tak terhenti mendengar ceritaku. “Pergilah Ken. Disana bulenya ganteng dan putih-putih” lanjutnya sambil terus menangis.

  Cerita #2 - Perasaan Yang Salah Eps. 01

Persiapan keberangkatanku sudah 75%. Kuputuskan untuk berangkat dan mengambil beasiswa yang beberapa waktu lalu membuatku maju mundur. Tak ada satu orangpun yang tahu bahwa aku mendaftar beasiswa bahkan Sena sekalipun. Awalnya aku iseng mendaftar untuk sekedar coba-coba.

Siang ini kuputuskan kerumah bulek Dian, adik dari almarhumah ibuku. “Ya Allah nduk, masuklah nak” bulek memelukku kencang sambil menangis. Aku sadar Sena pasti sudah kesini. “bulek sudah tau semuanya, lanjutnya sambil duduk mematung di kursi. Sesekali isaknya terdengar. “Ini adalah bagian dari takdir yang harus kamu lewati” Paklek ikut nimbrung sambil mengusap punggung istrinya. “Carilah penyelesaian terbaik” lanjutnya “Nggih paklek, Niken sudah memutuskan. Minggu depan Niken sudah di Belanda. Tolong jangan beritahu Sena juga bapa ibu” jawabku diiringi tangisan bulek yang semakin kencang.

Bersambung..

Sebelumnya Episode 1Selanjutnya Episode 3

Diambil Dari Group Facebook Dengan Penulis : Yayuk Hartini

Similar Posts

2 Comments

  1. […] Sebelumnya Episode 2 – Selanjutnya Episode 4 […]

  2. […] Selanjutnya Episode 02 […]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *